Udara Jakarta yang ku hirup masihlah sama. Sama seperti
ketika suatu masa yang merah, yang kental akan gerombolan emosi muda yang
datang dengan mudahnya. Suatu masa ketika rasa bahagia, kecewa, tangis air mata
menjadi suatu racikan sempurna untuk melengkapi lembaran kisah muda. Ketika
lembut cinta pertama kali membelai sanubari. Ketika kemunafikan menjadi makanan
sehari-hari untuk menyembunyikan kebusukan hati. Dan masih tetap sama ketika
pertama kalinya aku meninggalkan semua suasana ibu kota untuk waktu yang lama.