Kedua bola mata ini terpaku pada sebuah
gitar nan berdebu di halaman belakang sekretariat. Dia terkepung udara malam
yang masih saja terasa dingin meski bumi ini semakin panas. Ya, panas dalam
arti sebenarnya, akibat kerakusan manusia yang dengan sengaja menelanjangi
ozon, memperkosa hutan rimba yang tak berdosa, bahkan mencoreng wajah bumi satu-satunya
ini dengan limbahnya. Tidak ada yang tahu generasi ke berapakah gitar sekre
yang sedang murung ini. Kini dia bungkam, meski telah miliaran nada
dihasilkannya dan generasi sebelumnya. Menjadi pengiring setia tiap detak
jantung sekretariat dan para penghuninya dari waktu ke waktu. Tiap not yang
termainkan menjadi saksi paling sahih perjalanan sejarah organisasi ini.