Tuesday, December 27, 2011

salah strategi (ga ada duanya) part 2

  "sebuah kapal akan aman bila tertambat di dermaga, tapi bukan untuk tujuan itu kapal dibuat"

Monday, December 12, 2011

salah strategi (ga ada duanya) part 1

selesai nyanyi lazy songnya bruno mars tiba tiba tanpa rencana muterlah lagunya ipank yang judulnya sekali lagi dari playlist ade gw di mobil. lagu yang udah lama gw lupain, dan sekarang mengisi kabin dengan pemandangan pinggir pantai anyer dan pohon-pohon kelapa yang berlarian serta angin yang masuk dari jendela mobil yang baru gw buka setelah lagu ini muter. ga sanggup gw melawan setiap jengkal kenangan yang bertubi-tubi menyerang dan berusaha masuk ke otak meminta untuk segera diputar. dan akhirnya, mereka sukses.

film di otak gw diawali dengan munculnya sesosok wanita berkerudung dengan kemeja putih dan rok panjang warna biru dongker berjalan dari lorong sebuah gedung dan menyapa dengan menyodorkan map warna coklat sambil berkata "mana punya lo? masukin trus kumpulin nih". di awal-awal kuliah di bandung, dimana

Tuesday, November 29, 2011

teorema trigger versi muronialism

ternyata teori sebagian orang termasuk saya yang berpendapat bahwa untuk melakukan sesuatu yang dianggap penting dalam hidup seperti tobat, TA, berhenti merokok, berhenti nganggur (minum anggur), dan hal-hal besar lainnya perlu adanya trigger (pemicu) bisa di anggap benar. secara teori, pemicu perubahan ini (saya lebih suka menyebutnya teori menang banyak) berfungsi seperti katalis dalam reaksi kimia. tanpa adanya katalis, reaksi tidak akan pernah terjadi meskipun konsentrasi kedua zat telah mencapai titik jenuh. 

tapi saya tidak sependapat jika untuk bergerak ke arah yang lebih baik kita bersikap menunggu datangnya trigger tersebut. jika hal itu dilakukan maka tak ubahnya kita seperti menunggu durian runtuh. ketika masih di pohon, kita cuma bisa menunggu. dan pada saatnya runtuh, durian itu akan berbahaya bagi keselamatan kita. kenapa kita tidak mencari trigger semisal galah, atau ketapel? menurut muronialism, trigger harus di cari. nah, di postingan ini saya akan menjabarkan macam-macam trigger versi muronialism.

  1. cinta. alasan ini meurut lembaga survey menempati urutan pertama penyebab seseorang melakukan

Saturday, November 12, 2011

bocah produk polusi jakarta, (jakarta lama yang ia rindu)

19 februari 1989, seorang bocah manusia telah lahir diantara jutaan anak manusia, anak jin, anak setan, dan anak hewan yang lahir pada hari itu. Di sebuah huma dipojokan kota jakarta (sekarang daerah itu sudah menjadi bagian dari pusat kota jakarta) si bocah mendendangkan tangis pertamanya. tangisan yang disambut tangis bahagia dari kedua orang tuanya. si bocah ditimang manja, di azani, di nyanyikan lagu-lagu yang pastinya si bocah belum mengerti. kelahiran si bocah ke dunia seperti menjelma menjadi tempat curahan kasih sayang orang tuanya.  

mau tak mau bocah itupun tumbuh, karena memang si bocah diberi makan. Belajar apapun dari apapun dan siapapun. segala polesan kasih sayang maupun penderitaan silih berganti ia terima setiap hari. kedua orang tuanya tanpa henti memberikan yang terbaik, mendidik, memberi filosofi-filosofi dengan satu harapan agar sang bocah menjadi manusia yang baik meski diselimuti lingkungan yang kurang baik. lingkungan ibukota.

disebuah gang yang setiap lima tahun sekali didatangi oleh banjir, bocah yang masih kecil itu mengukir nafas demi nafasnya. udara polusi jakarta menjadi sahabatnya yang setia. yang ia tahu hanyalah bermain dan belajar hal-hal baru yang menurutnya menarik, tanpa beban dan tuntutan. polos, seakan tak peduli apa yang akan ia hadapi nanti. 

si bocahpun memasuki masa sekolah. pagi-pagi si bocah sudah rapi dengan baju seragam dan dasi. belajar mengikat tali sepatu yang selama dua minggu belum bisa ia kuasai. memakan telur dadarnya serta menghabiskan susunya (yang beberapa tahun kemudian si bocah lebih memilih kopi dari pada susu). tak lupa ia mencium punggung tangan kedua orang tuanya. berangkat riang menuju ke sekolah dengan tas yang terlalu besar untuk ukuran tubuhnya, karena memang tidak ada tas yang sesuai dengan tubuhnya yang mungil. bukan karena pelajaran yang membuatnya begitu, tapi karena alasan-alasan khas kanak-kanak seperti main kelereng, main bola, main gimbot, dan permainan khas anak-anak lainnya. 

Friday, November 4, 2011

gradasi antara bahagia dan kecewa

akhirnya tibalah pada suatu titik dimana nafasku berhembus lega
pada suatu diam dimana aku harus memasang tawa
pada suatu gelap dimana aku harus melihat nyata
apa yang seharusnya terjadi, kini ada

    aku tak tahu harus bagaimana?
    tersenyumkah?
    kecewakah?
    bukankah ini yang aku mau?
    entahlah
    semua rasa lebur jadi satu kedalam gradasi warna tak terdefinisi

Wednesday, November 2, 2011

it was on the top of citatah 125

Citatah 125 adalah julukan untuk sebuah tebing di daerah Padalarang, Bandung, tidak jauh dari objek wisata Situ Ciburuy. Bilangan “125” mempunyai arti bahwa tebing ini mempunyai tinggi 125 meter dari dasarnya. Tebing ini menyediakan menu 72 jalur pemanjatan sport dan 3 jalur artificial yang bervariasi dengan berbagai tingkat kesulitan yang menjadikannya guru bagi para pemanjat. Tebing dengan jenis batuan karst atau limestone ini gagah berdiri diantara deru serangan pabrik-pabrik kapur.

citatah 125

Tuesday, October 25, 2011

Hutan Gunung Puntang



                Pikiranku menjelajah pergi ke masa tiga tahun lalu ketika aku berada diposisi yang sama seperti mereka sekarang. Dulu, bersama tim ku mengatur rencana operasional, belanja logistik, packing, berangkat untuk belajar, menyusuri rimba tanpa rambu, nyasar, mendaki, menuruni lembah, tertawa, khawatir, berpeluh, dan banyak hal lain yang notabene keluar dari zona aman. Sensasi itu akan kembali kurasakan dengan posisi yang berbeda saat ini. Aku, sebagai anggota penuh Astacala akan memposisikan diri sebagai pendamping pendidikan lanjut gunung hutan angkatan Angin Puncak yang merupakan dua angkatan setelah angkatanku, Lembah Purnama.
                  “Amin mana cok?” Tanya Aji kepada Agus yang sedari pagi sudah bercokol di sekre.
                  “Tau!” jawab Agus singkat.
                  “Tu dia si toprak” Rendy menyelak pembicaraan Agus dan Aji.
               “Sorry coy, baru bangun gua” Amin langsung sadar jika sedari tadi dia sedang di perbincangkan oleh ketiga teman-temannya.
                  “Kalo dah siap langsung cabut aja” kata Oca yang merupakan pendamping tim ini bersamaku
                Kami berangkat pukul 09.30 WSA (waktu sekre Astacala) telat setengah jam dari ROP yang telah dibuat. Dengan tas-tas ransel 80 liter yang tinggi dan seragam hitam Astacala, kami gegap menyusuri jalan palasari untuk mencari transportasi yang akan membawa kami kepintu petualangan. Dengan style orang berangkat perang, tak ayal kamipun menjadi pusat perhatian setiap orang yang melihat. Ransel masih berat,keringat sebiji jagungpun terus menetes membasahi wajah-wajah yang haus tantangan.

Pos Perhutani
                Satu setengah jam kami lalui di angkot yang kami sewa, akhirnya kami tiba di desa cikawalu, titik start yang telah ditentukan. Dari desa ini terpampang jelas gunung puntang dari sisi utaranya yang gersang dengan kontur terjal dan punggungan tipis. Sekilas mirip jalur puncak Rinjani dari Plawangan Sembalun. Kami beristirahat di sebuah pos milik perhutani yang tak berpenghuni untuk istirahat sejenak. Di pos itu kami bersama-sama menyantap makan siang yang telah kami beli di jalan.

Thursday, October 20, 2011

semestapun turut tersenyum

                Malam ini, malam dengan suasana yang kurasa tak wajar. Jalan di sukabirus hingar bingar. Para mahasiswa sibuk berlalu lalang dengan berbagai kepentingan. Ada yang mengendarai motor, berjalan kaki, naik sepeda, membawa kertas-kertas, mencari makan, sendiri, berdua, berkelompok, berwajah sumringah, pucat, kesal, tertawa, terdiam, terpaku, dan mungkin menangis dalam tawanya. Para pedagang menjajakan dagangannya seperti biasa. Ya, seperti malam-malam sebelumnya ketika aku menelusurinya bersama seseorang. Seseorang yang mau tak mau harus aku lepas seperti burung gereja yang harus aku lepas agar dia bahagia terbang menyusuri kota yang sesak akan kepenatan.
                Aku merasa seperti manusia planet yang hijrah ke suatu galaxy asing dengan cakrawalanya yang merah maroon. Sunyi, walau sekitar mencitrakan suasana keramaian khas kawasan padat di sudut kota. Senyap, walau angin menciptakan deru yang riuh. Aku terdiam di sebuah rumah besar berpagar hitam dan bertwmbok warna biru dengan struktur bangunannya yang bertingkat. Didepannya terdapat dua tangga yang melingkar ke atas. Di samping kanannya berdiri sebuah mini market bertuliskan blue house.

Monday, October 17, 2011

definisi teman versi muronialism

                Menurut bapak Wright Mills, seseorang yang namanya ga sengaja nemu di Mbah Google, manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain untuk hidup. Teori ini ga salah, absolutely benar. Kita semua (khususnya remaja) pasti ga bisa lepas dari yang namanya teman. Bagi kita, teman merupakan kehidupan kita. Teman bisa menjadi keluarga, motivator… apa lagi ya, apapun lah. Tapi hati-hati boy, bisa jadi teman lo itu membawa lo ke jurang gelap yang dalam (pake gaya lebay). Bingung ya? Intinya gue mau nulis tentang apa yang gue rasain dan pengalaman-pengalaman tentang teman. Menurut gue teman itu adalah:

1.       Tempat sampah.
                Teman bisa menjadi wadah semua keluh kesah kita. Dari marah, senang, sedih, takut, dan lainnya, kita bisa muncratin semua ke teman. Saat gue bete, mereka tau apa yang bisa bikin gue senyum lagi. Saat gue seneng, mereka selalu jadi bahan cipratan emosi. Yang paling berasa saat gue lagi sedih, saat gue butuh banget tempat buat ngluarin unek-unek, saat gue ga bisa ngangkat kepala tegak, mereka ga pernah absen dideket gue. Dengerin omongan gue yang itu-itu aja, ngasih saran, baik yang bener maupun yang sadis, sampe kalo udah ga ketolongan mereka ngajak gue seneng-seneng. Pokoknya gimana caranya biar gue ketawa lagi

Tuesday, October 11, 2011

awan rinjani part 2

pemandangan dari puncak rinjani
                “hiduplah…Indonesia raya…” lagu Indonesia Raya pertama di puncak Rinjani hari itu, telah selesai dinyanyikan. Mengalun bersama angin puncak yang berhembus kencang meniup kami. Mentari meninggi memperlihatkan keperkasaannya. Mentransfer panas untuk siapa saja yang tak terlindungi, termasuk kami. Tak ada pohon rindang untuk berteduh. Hanya ada batu dan pasir yang berasal dari bongkahan batu-batu yang pecah. Tak ada air yang melintas untuk membasahi tenggorokan. Hanya air di botol minum kami yang tiris tak lama lagi. Semua itu mengisyaratkan kami untuk turun. Jalan yang kami tempuh saat turun tak berbeda seperti saat kami naik tapi jauh terasa lebih ringan. Kami menyusurinya dengan berjalan kaki. Bukan, tapi jalan cepat, atau berlari? Yang pasti kami ingin cepat sampai di camp. Di tengah perjalanan turun ke camp, kami berjumpa dengan tim kloter kedua. Mereka terlambat karena menunggu salah satu teman kami yang fisiknya kurang kuat. Aku merasa ada yang mengganjal di hati. Bagaimana bisa aku tega lebih dulu ke puncak meninggalkan teman-temanku yang lain. Melalui tulisan ini aku mohon maaf.

CFD Dago

                Peristiwa kantin di sisi danau telah lama terlewati dan tak ku sangka-sangka ternyata… amat manis. Ditutupnya lakon kesalahpahaman kemarin dengan senyum cair khas putri Lombok yang tersipu ketika angin menyapa. Di hari dimana aku melihatnya kembali, rambutnya dikuncir kuda, hingga kelihatan tengkuknya. Berbaju warna jeruk, bertraining hitam, berspatu sport, dan diputarnya vokal-vokal ceria. Tubuhnya langsing, walaupun dia menganggap itu terlalu kurus, tapi aku menyukainya. Aku berusaha meyakinkan dia kalau semua itu ciptaan Tuhan dan tak pantas kita malu akan anugerahNya.
“Ga usah ga pedean gitu lah”, kataku meyakinkannya. Aku tidak mau dia berubah. Wajahnya lebih putih, lebih bersih dari yang pernah kutemui. Di tengah keramaian aku mencari bekas jerawat yang sangat kurindu, yang ternyata telah hilang entah dimakan produk kecantikan macam apa. Its ok, overall dia semakin ayu. Matanya masih sama, sayu seperti orang yang belum tidur. Memang, dia tipe wanita yang sulit tidur.
Samar-samar aku mendengar alunan lagu leslies-happy entah dari mana. Mungkin dari sound system yang terlihat berjajar di sepanjang Jalan Djuanda, atau mungkin hanya aku yang mendengarnya karena suara itu berasal dari dalam diriku? Masa bodoh, yang penting suara itu datang di waktu yang tepat. Bagai adegan di film CAS, dia bergerak lambat, seraya tersenyum lucu menatapku.
           

Friday, October 7, 2011

awan rinjani part 1

puncak rinjani dilihat dari jalur sembalun
Jauh sebelum hari itu, semua telah dipersiapkan. Persiapan perlengkapan, logistik, sampai kronologis sudah menjadi menu wajib kami sebelum berangkat ke lapangan. Perjalanan ini menyimpan prestige tersendiri untukku. Rinjani, siapa tak kenal gunung itu? Gunung setinggi 3765 mdpl yang indah dan selalu mesra menyapa hasrat para pendaki. Terlebih gunung ini terletak di Lombok, pulau yang sangat eksotis yang menyimpan sensasi keindahan yang misterius. Tak ayal kamipun rela menempuh perjalanan jauh dari bandung melintasi jawa dari barat hingga ke timurnya, melewati selat bali, melampaui pulau dewata, dan akhirnya tiba di Lombok.
 Kami menggunakan transportasi darat untuk menuju ke sana. Berawal dari menaiki kereta api dari bandung ke yogyakarta seharga Rp 28.000,00. Lalu menyambung sampai banyuwangi dengan harga tiket kereta Rp. 34.000,00. 24 jam sudah kami berada di kereta api. 15 menit berjalan kaki dari stasiun Banyuwangi kami telah sampai di pelabuhan Ketapang. Melewati selat Bali dengan kapal ferry berharga tiket Rp. 10.000,00, kami tiba di Bali. Perjalanan dilanjutkan menggunakan bis, kami membayar Rp 35.000,00 per orang untuk sampai ke Padang Bai, pelabuhan sisi timur Bali. Kami singgah sebentar di rumah seorang kawan di Mataram untuk mempersiapkan diri, dari belanja logistik sampai meregangkan otot. Transportasi darat yang sambung-menyambung yang melelahkan termakan oleh keceriaan dan misteri. Ya, misteri yang tak dapat ku jelaskan di lembaran ini.

Tuesday, September 27, 2011

ALA 9, situ gunung

camp peserta ALA
Situ gunung, sebuah kawasan eksotis di kaki gunung pangrango yang menyajikankan udara yang segar yang berasal dari banyaknya oksigen yang disuplai dari pepohonan tinggi nan rimbun yang tumbuh di kawasan itu. Kawasan yang terdapat di daerah sukabumi ini, tepatnya di desa Sukamaju, kecamatan Kadudampit, kabupaten Sukabumi ini menawarkan riuh air terjun yang dikenal bernama curug sawer dan danau situ gunung yang terletak sekitar 2,5 km dari air terjun. Kawasan yang pernah menjadi lokasi pengambilan gambar film “pencarian terakhir” inilah yang akhirnya menjadi lokasi acara Astacala Lintas Alam 9 (ALA9). Sebuah acara rutin Astacala yang bertujuan merefresh jiwa dan otak civitas akademia Telkom dari segala beban kuliah dan masalah lainnya dengan bersentuhan dan bercumbu langsung dengan alam.

ALA9 yang diikuti bukan hanya dari kampus ITTelkom tetapi juga dari kampus lain seperti IMT dan Poltek Telkom ini diselenggarakan pada tanggal 24-25 september 2011. Sedari mentari pagi mengintip di balik singgasana fajar, para peserta sudah mulai berdatangan ke depan wall Astacala tempat pembukaan ALA9 diadakan. Setelah registrasi dan mendapatkan kaos ALA9 serta tenda, peserta berbaris rapih dengan wajah antusias berjajar berkelompok. Setelah beberapa patah kata dari ketua Astacala dan ketua ALA9 para peserta memasuki bus yang akan mengantar mereka ke tempat dimana segala keruwetan akan dilepaskan. Setelah semua siap, bus tentara yang terlihat kekar itupun berangkat dengan wajah-wajah bersemangat didalamnya.

Wednesday, September 21, 2011

kantin di sisi danau


                Hari itu, hari yang telah aku rencanakan di balik hari-hari sebelumnya. Hari yang aku tunggu-tunggu dimana akan ada suatu detik dimana aku akan melihat kembali bekas jerawat di pipinya yang samar tertutup oleh senyum panjangnya. Malam sebelumnya dia telah mengatakan padaku akan menemuiku di tempat yang amat ia kuasai. Keluar dari wilayah yang aku miiki. Mendadak malam dengan suasana standar itupun menjadi seperti malam di sierra. Bagai kafein yang tumpah di kedua mataku dan membuatku lama sekali sampai pada bawah sadarku. “Apaan ya yang gua omongin besok?, pake baju yang mana ya?” dan beribu pertanyaan lain yang tak satupun kutemui jawabannya. Hanya bisa berharap filosofi air mengalir membawa diriku lebih dalam masuk ke ruang sanubarinya.

udara malimbu


Kembali udara yang bergerak itu ku rasa
Rasa yang sama seperti di ujung malimbu

sepenggal rasa dari barak pengungsian


Bencana alam adalah hal yang sama-sama tidak kita inginkan. Mungkin bencana adalah akibat kesalahan manusia, mungkin juga hukuman dari Tuhan untuk manusia, atau bisa jadi merupakan teguran dari sang pencipta. Terlepas dari mengapa bencana itu terjadi, kodrat kita sebagai manusia adalah membantu saudara kita yang mengalami kesusahan.
            Bencana alam yang silih berganti terjadi di negeri ini mengakibatkan jutaan orang kehilangan harta benda bahkan nyawa. Solidaritas muncul dari berbagai kalangan. Bantuan dalam berbagai bentuk terus mengalir tidak ketinggalan para relawan. Orang-orang berhati ikhlas yang senantiasa rela mencurahkan keringat, waktu, dan segala yang bisa mereka berikan untuk saudara mereka yang dilanda musibah.
relawan posko Gunungpring
           

Batu, kabut, dan purnama tebing sepikul

Dan batu besar yang disinari pesona rembulan malam itu adalah tujuan kami. Hanya sebuah onggokan batu sangat besar yang terbentuk dari isyarat alam selama berjuta-juta tahun. Yang terjadi untuk memberi tahu kita kebesaran Tuhan yang maha bisa segalanya. Tapi bagi kami peserta Perjalanan Wajib Rock Climbing, ini bukan sekedar batu biasa. Batu inilah yang akan menjadi bagian sejarah dari hidup kami yang sesaat. Batu yang mengajarkan kami tentang arti kerja keras, keberanian, dan kematangan berfikir yang dibalut dengan indahnya persaudaraan dan genggam tangan kebersamaan. Batu yang akan menjadi cerita bagi anak cucu kami nanti tentang kebesaran Tuhan sebagai pengantar tidur bagi mereka.


Tebing Sepikul

Tuesday, September 20, 2011

Segaris petualangan di Nusakambangan


Ketika mendengar kata Nusakambangan mungkin yang terlintas dibenak anda adalah sebuah pulau dimana para penjahat kelas berat dihukum, atau mungkin dipikiran anda tergambar sebuah tempat antah berantah yang kejam dan pantas dijadikan tempat merenung para narapidana terkejam negeri ini. Tapi di balik pencitraan yang menyeramkan atas nama Nusakambangan tersimpan sebuah misteri tentang potensi alam di pulau ini.
Nusakambangan merupakan sebuah pulau kecil yang berada di sebelah selatan pulau jawa, tepatnya berada di kabupaten cilacap. Pulau ini merupakan daerah karst yang mempunyai potensi yang sayang jika tidak dieksplor. Di kawasan ini juga terdapat goa yang terbentuk secara alami yang jumlahnya cukup banyak dan belum banyak di ketahui oleh orang. Ke wilayah inilah Astacala membuat sejarahnya dengan mengadakan ekspedisi caving. Mencoba untuk memetakan sebagian goa yang ada di sana.
Pagi itu tim ekspedisi telah tiba di stasiun Maos. Dengan ransel besar dan pelampung dijinjing, mereka beranjak untuk melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Klaces untuk menyambangi perahu yang akan mengantarkan mereka ke Nusakambangan. Sekitar dua jam perjalanan menggunakan perahu yang disebut “sompreng” oleh penduduk setempat, diisi dengan senda gurau tim untuk mencairkan ketegangan.