Wednesday, December 4, 2013

Pembukaan Pendidikan Dasar Astacala XXII



Sejarah, dapat diartikan sebagai sebuah peristiwa yang terjadi pada generasi terdahulu yang dapat dipahami oleh generasi penerus sebagai cermin dan pembelajaran untuk kemajuan suatu lingkup yang terkait dengan peristiwa lampau tersebut. Berbicara tentang sejarah, aku jadi teringat sebuah kalimat indah yang berbunyi “kami bukanlah pendiri candi, kami hanya pengangkat batu. Semoga generasi yang lebih baik lahir diatas kuburan kami”. Sebuah paduan menarik dari kata-kata yang mengajak generasi saat ini meresapi perjuangan generasi sebelumnya dan berbuat lebih untuk kedepannya.

penyematan slayer siswa
 
pembacaan kode etik pecinta alam

Wednesday, November 27, 2013

Rembulan dan Pemulung Sinarnya



Sepertinya beberapa satuan waktu silam media blog ini berisikan tentang petualangan, pengalaman menembus bentang alam, ataupun kisah tentang bekerjanya adrenalin lebih keras dari biasanya. Bagaimana kalau kali ini kita meracau kacau tentang rembulan dan pemulung sinarnya? Setujukah kalian semua? Bagaimana? Hahahaha...terserah kalian terkait pemikiran kalian tentang kata setuju atau tidak. Asal kalian tahu, aku sedang ingin, teramat ingin mungkin, membuat tulisan mengenai kisah murahan itu, yang sialnya terinspirasi dari alur peran kehidupan yang terjalani oleh badan ini. Bukan untuk menunjukan apa-apa, hanya agar ruangan yang mengatur perasaan dan logika yang tertanam entah dimana dalam bagian tubuh ini sedikit lega, tidak sumpek seperti jalan-jalan ibukota yang tiap harinya diserbu berbagai jenis kendaraan berbahan bakar fosil yang pada akhirnya membuat ibu bumi kita menangis.



Thursday, November 14, 2013

Pengalaman tersesat di gunung, ternyata tersesat memiliki sisi lain



                Mendaki gunung dan camping merupakan kegiatan yang amat menyenangkan (setidaknya bagi saya) namun juga berbahaya. Mungkin kalian pernah mendengar beberapa accident ketika mendaki gunung semisal tersesat, terjatuh, atau bahkan terkena gas beracun. Semua itu bisa jadi malaikat pencabut nyawa bagi para pendaki. Bisa dikatakan menjadi resiko yang harus di tanggung untuk kepuasan dan penyaluran hobby.
                Tersesat, ya...tersesat. Saya pernah mengalaminya beberapa kali dalam kegiatan alam liar. Setiap ketersesatan mempunya rasa yang berbeda-beda, namun sama sama menakutkan. Saya pertama kali merasakan tersesat di hutan ketika saya melakukan pendakian pertama saya di Gunung Gede. Waktu itu saya masih kelas 2 SMA dan ketika itu saya masih buta dengan seluk beluk kegiatan mountaineering.
                
 
ketersesatan memiliki sisi lain


                 

Wednesday, October 2, 2013

gunung tambakruyung



                “Gunung Tambakruyung? Dimana tuh…?” Mungkin kalimat tanya itu yang akan terdengar ketika seseorang mengatakan hendak mendaki gunung dengan ketinggan 1994 mdpl itu. Tambakruyung, sebuah puncakan yang terletak di daerah administrasi kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung ini memang kurang terkenal di kalangan penggiat alam secara umum. Strukturnya yang terjal dan jalur yang samar bahkan nyaris hilang serta banyaknya percabangan menjadi salah satu faktor mengapa gunung Tambakruyung jarang didaki.
           
punggungan tambak ruyung
               Transportasi untuk menuju ke sana tidak terlalu menguras kocek. Dari terminal Leuwi Panjang anda dapat menumpang bis atau elf jurusan Ciwidey dengan biaya sekitar Rp. 10.000 (tarif berlaku ketika bahan bakar premium seharga Rp. 6.500). Sampai di terminal Ciwidey anda dapat melanjutkan perjalanan dengan menyewa ojek berbiaya sekitar Rp. 20.000 atau bila tim anda terdiri dari banyak orang, anda dapat menyewa angkot dengan biaya sekitar Rp. 65.000.
             
                  

Tuesday, June 25, 2013

Gowes Bandung - Jakarta

Jam menunjukan pukul 04.00 di kosan ku di Dayeuh Kolot, Bandung. Aku mengecek kembali kelengkapan untuk trip hari ini. Jersey sepeda bertuliskan “Giant”, celana padding, tas, sleeping bag, dan kotak perkakas, helm, semua telah komplit. Sembari menunggu azan subuh, aku mengelap helm kuning yang akan ku kenakan. Hari ini aku akan melakukan hal yang sedikit agak menyentuh ranah anti mainstream, aku akan bersepeda dari Bandung menuju Jakarta dengan memilih jalur Puncak, Bogor untuk ditempuh.
perbatasan Cianjur Bogor

Wednesday, June 5, 2013

Nggenjot Si Mia


                Pagi itu, sekitar pukul 06.00, matahari masih enggan untuk terbit di bumi Parahyangan. Tapi aku, dengkulku, dan sepedaku sudah siap untuk memutar roda. Hari itu adalah hari minggu, dan aku berencana akan gowes ke jalan Ir. H. Djuanda, Dago, untuk sekedar refreshing dan menikmati suasana  car free day” serta sedikit olahraga santai. Tanpa banyak persiapan, pedalpun ku kayuh dari tempat tinggal ku di Bojongsoang dengan semangatnya. Kadang pelan, kencang, ganti gigi, sampai ganti gaya pun dilakukan untuk mencoba-coba settingan yang pas untuk “si mia”, sepeda ku.

cekungan bandung dan langit birunya

Tuesday, May 21, 2013

Romantika di pegunungan tenggara ibukota


Sepertinya mobil yang ku tunggu tiba. Mini bus silver dengan kaca di samping supir yang terbuka berjalan lambat menyelinap disela-sela kendaraan yang terparkir, mencari tempat yang telah kami sepakati sebagai meeting point. Dan tampak dari kejauhan mobil itu berhenti di sebuah warung yang berada di area parkir kawasan cibodas, tempat pendaki biasa beristirahat sebelum memulai pendakian. Tak lama kemudian, beberapa orang keluar dari mobil itu. Salah satunya adalah seseorang yang membuat udara dingin malam itu mendadak hangat dan suasana malam yang riuh oleh celotehan para pendaki menjadi terasa hening di telingaku. Seseorang yang telah lama ku nanti sosoknya dengan sorot mata sayu yang mampu menyelami setiap seluk kehidupan. Seseorang yang dengan ajaib memaksa kornea mataku menjadi seperti teropong senapan seorang penembak jitu yang tak akan melepaskan jangkauan lensa dari intaiannya. Seseorang yang mampu memutar arah angin hingga menuju ke sisi barat.

eidelweiss dengan kompas dan embun yang menggantung

Thursday, April 25, 2013

i don't love you - my chemical romance


Well when you go 
Don’t ever think I’ll make you try to stay 
And maybe when you get back 
I’ll be off to find another way

When after all this time that you still owe 
You’re still, the good-for-nothing I don’t know 
So take your gloves and get out 
Better get out 
While you can

When you go 
Would you even turn to say 
"I don’t love you 
Like I did 
Yesterday"

Sometimes I cry so hard from pleading 
So sick and tired of all the needless beating 
But baby when they knock you 
Down and out 
It’s where you oughta stay

And after all the blood that you still owe 
Another dollar’s just another blow

So fix your eyes and get up 
Better get up 
While you can 
Whoa, whooa

When you go 
Would you even turn to say 
"I don’t love you 
Like I did 
Yesterday"

Well come on, come on
When you go 
Would you have the guts to say 
"I don’t love you 
Like I loved you 
Yesterday"

I don’t love you 
Like I loved you 
Yesterday

I don’t love you 
Like I loved you 
Yesterday


Tuesday, April 23, 2013

GUNUNG SALAK, PERJALANAN TERAKHIRKAH?


                Gunung Salak, merupakan sebuah bentukan bumi yang mengerucut dengan dua puncakannya yang terletak di kabupaten Sukabumi. Puncak Salak I dengan ketinggian 2210 mdpl merupakan puncakan Salak yang sering didaki, sedangkan Puncak Salak II memiliki ketinggian 2180 mdpl. Gunung salak termasuk dalam wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
                Hari itu aku bersama seorang sahabat membulatkan tekat untuk mendaki gunung yang dikenal angker itu. Hanya berdua. Perjalanan ini bisa jadi merupakan perjalanan terakhir dengannya mengingat sahabat ini lebih dulu menyelesaikan kuliahnya mendahului aku yang bisa diartikan bahwa dia akan berganti dunia. mulai merangkak menuju dunia luar yang lebih luas, mengambil tanggung jawab baru yang akan menyita banyak sekali waktunya. Walaupun aku berharap ini bukan yang terakhir. Dan aku percaya ini bukan perjalanan terakhirku bersamanya.
                Langkah kami dimulai dari pos pendakian gunung Salak di Bumi Perkemahan Cangkuang, Cidahu. Setelah menyelesaikan perizinan kami berhenti sejenak di sebuah warung untuk mengisi perut, kemudian menyusuri jalan beraspal hingga pintu masuk jalur pendakian gunung Salak.  Selepas pintu masuk pendakian, medan berubah menjadi jalan setapak menanjak dengan batu-batu yang tersusun rapi. Sejauh ini kami masih melalui jalur yang benar, sama seperti jalan setapak yang tergambar di peta yang kami bawa.
               

Sunday, April 7, 2013

PENGABDIAN UNTUK CIMONYONG


                Mentari telah singgah ke peraduannya di ufuk barat bumi. Aku baru saja tiba di base camp panitia, sebuah rumah kecil yang terbuat dari kayu dengan lantainya yang menggantung 50 cm di atas tanah. Kami menumpang rumah warga setempat untuk bermalam sekaligus menjadikannya base camp. Kami di sini, terlibat dalam suatu acara bertajuk pengabdian masyarakat dari Astacala untuk Cimonyong. Mencoba berbagi dengan keterbatasan dan kelebihan yang kami punya.
            
               Dusun itu bernama Karang Sari, namun dahulu kala wilayah tersebut dikenal dengan nama Cimonyong. Konon nama tersebut diperoleh dari perilaku penduduk sekitar yang kerap memajukan mulut mereka (monyong) untuk meniup tungku berbahan bakar kayu kering. Dusun yang indah dengan 3 air terjun dan rimba yang masih terjaga dengan arifnya. Dimana kita bisa mengintip laut di antara bukit yang menjulang. Jauh dari aroma modernisasi dan segenap kemunafikan yang dilahirkannya. Ketika pagi hari, matahari menelusupkan sinarnya dengan indah di sela padi yang mulai menguning.

pemandangan sawah

SD Cimonyong

terasering

Thursday, March 14, 2013

TUJUAN


            Adakah yang pernah bertanya tentang tujuan hidupmu? Lalu apa jawabanmu? Menjadi orang sukses, keliling dunia, membahagiakan orang yang kamu sayang, atau malah membalas dendam tentang apa yang pernah bersalah padamu? Yang mana jawabanmu? Lalu setelah tujuanmu tercapai, apa yang akan kamu lakukan? Apakah cukup sampai di titik itu tujuanmu? Pertanyaan yang menjengkelkan bukan?

            Seseorang pernah mengutarakan pemikirannya kepadaku beberapa waktu lalu. “lebih baik orang yang belum mencapai tujuan hidupnya dari pada orang yang telah sampai pada titiknya”. Aku sama sekali tidak setuju dengan hal itu. Bukankah tujuan memang harus dicapai? Kalau tidak untuk mencapai tujuan,buat apa kita melakukan perjalanan?

            Tadinya otakku ini masih berpikir bahwa kehidupan mempunyai tiga pokok permasalahan. Harta, Tahta, Cinta. Ketika ketiga masalah itu dapat teratasi maka akan senanglah dunia ini, begitukah? Ketika kamu bertujuan untuk mendaki gunung lalu karena satu dan lain hal kamu gagal mencapai puncaknya, apakah kamu sepenuhnya gagal? Tidak. Dibalik kegagalan itu ada hal yang tak kalah indah. Disana ada pelajaran tentang bagaimana kamu berusaha.

            Jika kalian bertanya apa tujuan hidupku, maka akupun belum mendapatkan jawaban itu. Marilah kawan,melalui tulisan ini aku ingin mengajak kalian untuk berpikir tentang tujuan hidup kalian. Tanyakan pada hati kalian masing-masing tentang apa yang membuat anda berambisi, terbakar, bahagia, hingga kalian akan tersenyum melakukannya apapun hasilnya. Ingatlah kawan, hanya sekali kita dihidupkan oleh Tuhan di dunia ini. Lakukanlah yang terbaik, karena penyesalan rasanya sakit. 

MINUTE TO MAHAMERU



24 desember 2012

13.00   Perlahan Jakarta tertinggal di belakang, dan menyusul satu demi satu gerbang kota-koa jalur pantura. Dia tertinggal, menyisakan aroma kenanga yang seharusnya menyerta.

25 desember 2012

03.00  Bus yang seharusnya menuju kota malang berhenti di solo. Aroma penelantaran menyeruak. Benar saja, kami dipindahkan ke bus local jurusan Surabaya. Tak seperti perjanjian di awal.

09.00   Penumpang terus bertambah mengisi sela-sela bus yang dapat diisi. Aroma kehidupan yang berbeda berupa kelakar, celoteh, dan bau pedesaan menyeruak seisi bus.

13.00  Bis menyusuri jalan antar kota di Pasuruan. Siluet Semeru menyergap gagah di tengah perjalanan dengan awan hitam menyertainya bagai selimut dalam kidung.

17.06  Sampai di pasar Tumpang. Kios-kios sayuran telah tutup, padahal belum nyetok sayuran dari Jakarta. Muter-muter ga jelas, akhirnya ngetok-ngetok kios berharap ada yang buka dan menjual sayurannya. Alhasil sukses walau sayurannya berbeda jenis dari yang ada di list. Selain pit stop logistik terakhir, disini juga tempat terakhir untuk melengkapi dokumen seperti fotokopi, materai, dan surat keterangan sehat.

Thursday, January 17, 2013

Tak Semudah 5cm


Anda suka mendaki gunung? Anda sudah menonton film 5 cm di bioskop? Atau anda mulai tertarik dengan kegiatan mendaki gunung setelah menonton 5 cm? Ya, mendaki gunung merupakan kegiatan yang menyenangkan. Anda dapat menikmati maha karya sang pencipta berupa keindahan alam terbuka. Udaranya yang sejuk, karena memang jauh dari polusi hasil keserakahan manusia yang biasa kita temui di kota-kota besar dan karena banyaknya oksigen hasil dari proses fotosintesis yang dilakukan tumbuhan penghuni ekosistem hutan. Pemandangan hijau serta kanopi hutan beserta fauna yang berada di dalamnya menambah asri angin yang kita rasa. Bagi anda yang tidak bisa membayangkan, coba kalian saksikan pada film 5 cm. Dalam film 5 cm yang berlokasi di Taman Naional Bromo Tengger Semeru, tepatnya di gunung Semeru, terpampang jelas bagaimana keindahan ranu kumbolo, kalimati, dan puncak mahameru.


         Tapi coba anda perhatikan apa yang ditampilkan oleh para pemeran film tersebut.  Sepertinya mendaki gunung itu mudah bukan? Bermodal tenda doome, carrier atau ransel, paduan jeans dan jaket, serta sepatu kets, anda sudah dapat mendaki gunung sekelas Semeru. Namun apa yang ditampilkan film tersebut tidak merepresentasikan kegiatan pendakian yang safety. Menggunakan jeans sama sekali tidak dianjurkan dalam kegiatan pendakian karena bahan jeans yang sulit kering jika telah basah sehingga memperbesar resiko hypothermia. Perbekalan merekapun kurang, ini ditunjukan pada adegan dimana mereka kehabisan air di Kalimati. Bagaimana tidak, mereka hanya membawa 1.5 liter air untuk berenam. Mereka juga terlihat memaksakan diri ketika adegan bertanya tentang hujan abu. Ini jelas tidak aman jika mendaki ketika sedang hujan abu.