Friday, April 20, 2012

setengah botol minuman keras

Udara Jakarta yang ku hirup masihlah sama. Sama seperti ketika suatu masa yang merah, yang kental akan gerombolan emosi muda yang datang dengan mudahnya. Suatu masa ketika rasa bahagia, kecewa, tangis air mata menjadi suatu racikan sempurna untuk melengkapi lembaran kisah muda. Ketika lembut cinta pertama kali membelai sanubari. Ketika kemunafikan menjadi makanan sehari-hari untuk menyembunyikan kebusukan hati. Dan masih tetap sama ketika pertama kalinya aku meninggalkan semua suasana ibu kota untuk waktu yang lama.


Ku coba untuk menutup sejenak pandangan akan dinginnya angin yang menyapa muka sembari menahan asap tembakau yang meresap ke dalam dada. Ku hirup semakin dalam hingga ku rasakan hangatnya tiap mili nikotin yang secara berkala melemahkan tubuh ini. Ku hempaskan warna putih udara yang keluar dari tenggorokan saat nafas ini telah sampai pada batasnya. Putih, pucat, berarak, seraya bersorak.         

Teringat segala kisah muda yang tercermin dalam setengah gelas kopi hitam. Tergambar ketika kisah air yang putih bening dan hangat berubah hitam karena campuran bubuk kopi. Kemudian, berubah ketika datang sang gula sebagai katalis hingga sesuatu yang hitam itu berubah menjadi manis. Kenikmatan di balik pekatnya kehidupan.           

Dahulu, aku berdiri disini. Cinta datang dan pergi seperti orang yang tak saling kenal berpapasan di jalan namun mata mereka saling menatap. Merasakan indahnya merindu dan dirindu oleh seseorang yang menyayangiku dan aku sayangi. Menikmati saat seseorang menerima perasaan ini atasnya. Tersenyum ketika waktu yang tidak seberapa namun dilewati bersama. Hanya dia dan aku, walau entah dia dan aku yang mana serta dia dan aku pada saat kapankah.           

Dahulupun aku tersungkur. Apa yang orang sebut bahagia itu di cabut entah oleh setan macam apa saat kebersamaan itu harus bertransformasi menjadi kesendirian. Ketika diantara kami berdua memutuskan untuk kembali seperti awal. Seperti ketika rembulan belum mengenal sang malam. Kedua peristiwa itu berhasil memainkin beat hati ini dengan ritme acak hingga penikmat pertunjukanpun muntah.           

Hari inipun aku disini, ditempat yang sama ketika semua peristiwa itu terjadi. Setelah beberapa lama melangkah meninggalkan sejenak udara yang sesak akan polutan. Dan sampai hari ini aku masih merindukan ritme acak yang pernah terjadi ditempat ini. Aku ingin sekali muntah, keluarkan semua yang aku minum. 

Karena keadaan yang kini ku hadapi adalah berada di setengah botol minuman keras yang terminum. Aku ingin habiskan dan muntah setelah itu mengantuk dan tidur dibanding bersih namun tak bisa melakukan apa-apa. Aku ingin sekali merasakannya, lagi.

1 comment: