Friday, September 28, 2012

jembatan gantung


Waktu menunjukan jam 12 siang dan tiba tiba hand phone blackberry berkoar. Setelah gua tekan tombol bergambar telepon berwarna hijau, di seberang line telepon bersuara, “ron, ke kantor, lu besok pagi brangkat ke bali ya!!”. Desssss, hati berasa campur aduk. Terbayang betapa akan lama gua meninggalkan sosok yang mulai memberi warna pink di tengah-tengah warna hitam di hidup gua. Sosok yang mulai menyelamatkan gua dari mati rasa.

Segera gua cari namanya di phone book dan kembali menekan tombol bergambar telepon berwarna hijau. “tuuuuut….tuuuuut…., maaf nomor yang anda tuju tidak dapat menerima panggilan”. Spontan jari-jari gua mengetik kata – kata melalui keypad qwerty itu. “ (namanya disensor), hari ini bisa ketemu ga? Mungkin bakalan lama lagi kita ketemu setelah hari ini.”. Detik, menit, jam berlalu tanpa ada getaran di gadget berwarna hitam milik gua. Kalap, mobil dinyalakan dan segera meninggalkan bokap yang lagi rapat di kecamatan. Gas diinjak, bagai pembalap F1, melesat cepat di tengah kemacetan Jakarta. 2 motor, 3 mobil, dan 5 gerobak hamper tercium mobil gua. Sampai rumah, mobil berganti motor, berharap mobilisasi segera terlaksana dengan cepat.

Saturday, September 22, 2012

ketika

Wahai laut, aku ingin selalu membelainya.
Seperti ombakmu yang tak hentinya membelai sang pantai
Wahai malam, aku ingin selalu di sampingnya.
Seperti rembulanmu yang selalu menyertai sang bintang di kegelapan.
wahai langit, aku ingin menjadi penyejuk hatinya.
Seperti hujanmu yang ikhlas membasahi panasnya bumi.
Wahai pelangi, aku ingin selalu memebahagiakannya.
Seperti warnamu yang membahgiakan semesta seusai badai reda
Wahai gunung, aku ingin selalu menjaganya.
Seperti lebat rimbamu menjaga eidelweiss di lembah surya kencana.