Tuesday, September 27, 2011

ALA 9, situ gunung

camp peserta ALA
Situ gunung, sebuah kawasan eksotis di kaki gunung pangrango yang menyajikankan udara yang segar yang berasal dari banyaknya oksigen yang disuplai dari pepohonan tinggi nan rimbun yang tumbuh di kawasan itu. Kawasan yang terdapat di daerah sukabumi ini, tepatnya di desa Sukamaju, kecamatan Kadudampit, kabupaten Sukabumi ini menawarkan riuh air terjun yang dikenal bernama curug sawer dan danau situ gunung yang terletak sekitar 2,5 km dari air terjun. Kawasan yang pernah menjadi lokasi pengambilan gambar film “pencarian terakhir” inilah yang akhirnya menjadi lokasi acara Astacala Lintas Alam 9 (ALA9). Sebuah acara rutin Astacala yang bertujuan merefresh jiwa dan otak civitas akademia Telkom dari segala beban kuliah dan masalah lainnya dengan bersentuhan dan bercumbu langsung dengan alam.

ALA9 yang diikuti bukan hanya dari kampus ITTelkom tetapi juga dari kampus lain seperti IMT dan Poltek Telkom ini diselenggarakan pada tanggal 24-25 september 2011. Sedari mentari pagi mengintip di balik singgasana fajar, para peserta sudah mulai berdatangan ke depan wall Astacala tempat pembukaan ALA9 diadakan. Setelah registrasi dan mendapatkan kaos ALA9 serta tenda, peserta berbaris rapih dengan wajah antusias berjajar berkelompok. Setelah beberapa patah kata dari ketua Astacala dan ketua ALA9 para peserta memasuki bus yang akan mengantar mereka ke tempat dimana segala keruwetan akan dilepaskan. Setelah semua siap, bus tentara yang terlihat kekar itupun berangkat dengan wajah-wajah bersemangat didalamnya.

Wednesday, September 21, 2011

kantin di sisi danau


                Hari itu, hari yang telah aku rencanakan di balik hari-hari sebelumnya. Hari yang aku tunggu-tunggu dimana akan ada suatu detik dimana aku akan melihat kembali bekas jerawat di pipinya yang samar tertutup oleh senyum panjangnya. Malam sebelumnya dia telah mengatakan padaku akan menemuiku di tempat yang amat ia kuasai. Keluar dari wilayah yang aku miiki. Mendadak malam dengan suasana standar itupun menjadi seperti malam di sierra. Bagai kafein yang tumpah di kedua mataku dan membuatku lama sekali sampai pada bawah sadarku. “Apaan ya yang gua omongin besok?, pake baju yang mana ya?” dan beribu pertanyaan lain yang tak satupun kutemui jawabannya. Hanya bisa berharap filosofi air mengalir membawa diriku lebih dalam masuk ke ruang sanubarinya.

udara malimbu


Kembali udara yang bergerak itu ku rasa
Rasa yang sama seperti di ujung malimbu

sepenggal rasa dari barak pengungsian


Bencana alam adalah hal yang sama-sama tidak kita inginkan. Mungkin bencana adalah akibat kesalahan manusia, mungkin juga hukuman dari Tuhan untuk manusia, atau bisa jadi merupakan teguran dari sang pencipta. Terlepas dari mengapa bencana itu terjadi, kodrat kita sebagai manusia adalah membantu saudara kita yang mengalami kesusahan.
            Bencana alam yang silih berganti terjadi di negeri ini mengakibatkan jutaan orang kehilangan harta benda bahkan nyawa. Solidaritas muncul dari berbagai kalangan. Bantuan dalam berbagai bentuk terus mengalir tidak ketinggalan para relawan. Orang-orang berhati ikhlas yang senantiasa rela mencurahkan keringat, waktu, dan segala yang bisa mereka berikan untuk saudara mereka yang dilanda musibah.
relawan posko Gunungpring
           

Batu, kabut, dan purnama tebing sepikul

Dan batu besar yang disinari pesona rembulan malam itu adalah tujuan kami. Hanya sebuah onggokan batu sangat besar yang terbentuk dari isyarat alam selama berjuta-juta tahun. Yang terjadi untuk memberi tahu kita kebesaran Tuhan yang maha bisa segalanya. Tapi bagi kami peserta Perjalanan Wajib Rock Climbing, ini bukan sekedar batu biasa. Batu inilah yang akan menjadi bagian sejarah dari hidup kami yang sesaat. Batu yang mengajarkan kami tentang arti kerja keras, keberanian, dan kematangan berfikir yang dibalut dengan indahnya persaudaraan dan genggam tangan kebersamaan. Batu yang akan menjadi cerita bagi anak cucu kami nanti tentang kebesaran Tuhan sebagai pengantar tidur bagi mereka.


Tebing Sepikul

Tuesday, September 20, 2011

Segaris petualangan di Nusakambangan


Ketika mendengar kata Nusakambangan mungkin yang terlintas dibenak anda adalah sebuah pulau dimana para penjahat kelas berat dihukum, atau mungkin dipikiran anda tergambar sebuah tempat antah berantah yang kejam dan pantas dijadikan tempat merenung para narapidana terkejam negeri ini. Tapi di balik pencitraan yang menyeramkan atas nama Nusakambangan tersimpan sebuah misteri tentang potensi alam di pulau ini.
Nusakambangan merupakan sebuah pulau kecil yang berada di sebelah selatan pulau jawa, tepatnya berada di kabupaten cilacap. Pulau ini merupakan daerah karst yang mempunyai potensi yang sayang jika tidak dieksplor. Di kawasan ini juga terdapat goa yang terbentuk secara alami yang jumlahnya cukup banyak dan belum banyak di ketahui oleh orang. Ke wilayah inilah Astacala membuat sejarahnya dengan mengadakan ekspedisi caving. Mencoba untuk memetakan sebagian goa yang ada di sana.
Pagi itu tim ekspedisi telah tiba di stasiun Maos. Dengan ransel besar dan pelampung dijinjing, mereka beranjak untuk melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Klaces untuk menyambangi perahu yang akan mengantarkan mereka ke Nusakambangan. Sekitar dua jam perjalanan menggunakan perahu yang disebut “sompreng” oleh penduduk setempat, diisi dengan senda gurau tim untuk mencairkan ketegangan.