Waktu menunjukan jam 12 siang dan
tiba tiba hand phone blackberry berkoar. Setelah gua tekan tombol bergambar
telepon berwarna hijau, di seberang line telepon bersuara, “ron, ke kantor, lu besok pagi brangkat ke bali ya!!”. Desssss, hati berasa campur aduk.
Terbayang betapa akan lama gua meninggalkan sosok yang mulai memberi warna pink
di tengah-tengah warna hitam di hidup gua. Sosok yang mulai menyelamatkan gua
dari mati rasa.
Segera gua cari namanya di phone
book dan kembali menekan tombol bergambar telepon berwarna hijau. “tuuuuut….tuuuuut…., maaf nomor yang anda
tuju tidak dapat menerima panggilan”. Spontan jari-jari gua mengetik kata –
kata melalui keypad qwerty itu. “ (namanya
disensor), hari ini bisa ketemu ga? Mungkin bakalan lama lagi kita ketemu setelah
hari ini.”. Detik, menit, jam berlalu tanpa ada getaran di gadget berwarna
hitam milik gua. Kalap, mobil dinyalakan dan segera meninggalkan bokap yang
lagi rapat di kecamatan. Gas diinjak, bagai pembalap F1, melesat cepat di
tengah kemacetan Jakarta .
2 motor, 3 mobil, dan 5 gerobak hamper tercium mobil gua. Sampai rumah, mobil
berganti motor, berharap mobilisasi segera terlaksana dengan cepat.
Sampai di kantor, segera gua
selesaikan keperluan untuk berangkat besok hingga lupa kalau dari pagi tenggorokan
ini belum dilewati air dan makanan sedikitpun. Ditengah super kerepotan itu, si
blackberry bergetar. Di layarnya tertulis “maaf
bang, hari ini kayanya ga bisa. Kalo ada yang mau di sampein telepon aja”. Badan
terasa bertambah lemas. Kepanikan bertabur dengan kekecewaan menjadi satu dalam
badan yang belum makan. Disela kepanikan, gua sempatkan nelpon dia. Baru saja
diangkat dan menanyakan posisinya, bos memanggil menambah kepanikan. Dan missi
batal. Setelah urusan dengan bos selesai, gua coba lagi calling her. “tuuuuut, tuuuuut, hallo” suara dari
seberang telepon itu membuat makin lemas. “ (namanya di samarkan lagi), besok pagi gua mau ke bali, ada proyek
disana entah berapa lama. Gw cuma mau ngomong kalo gua…..”. Yak, pernyataan
gw langsung di potong, “tar malem kerumah
aja bang, abis isya”. Semakin panik mengingat jarak antara cempaka putih
dan tanggerang pada jam-jam pulang kantor serasa bertambah 4 kali lipat.
17.30, kerjaan belum selesai.
Tanpa pikir panjang gua langsung nyalain motor dan tancap gas walau hanya
mengenakan kaos, sandal, dan jeans, (jaket dan sepatu di tinggal d kantor takut
ketauan mau kabur). Masih belum makan dan minum, tanah abang, jati baru, jalan
raya cileduk, di babat tanpa turun kaki. Anehnya, rasa lapar dan haus sama sekali
tidak terasa, hanya rasa lemas yang memang harus di lawan keras. Di tengah
jalan bos telepon, “lagi dimana?”. ”di
warung bos, lagi makan”. Gas semakin ditarik hingga mentok. Kali ini ntah
berapa benda hampir tercium spatboard motor gua.
Sesampai di rumahnya, terlihat
sepi tanpa tanda ada penghuni. Ternyata si dia lagi ada di tokonya. Gua ambil
keputusan untuk dating kesana, karena rasa di dalam hati ini tidak bisa di ajak
kompromi. Akhirnya gua ketemu sama si dia, masih belum makan dan minum. Haus
lapar, sesak napas mulai berasa. Tanpa basa basi langsung aja di utarakan, “(nama masih rahasia), gua sayang sama lu,
terserah apa kata lu, ga perduli apa jawaban lu, gw hanya mau bilang gw sayang
sama lu”. Doi bales “ apa ga
kecepetan bang?”. Gua geleng. Dia diam. Waktu berjalan melambat rasanya.
Dan akhirnya, tulang belakang gua berasa jadi daging, ga sanggup menopang saat
dia bilang, “gua ga bisa jawab sekarang
bang”. Rasa kecewa bercampur lega. Dia berjanji akan menjawabnya setelah
gua pulang tugas nanti. Sampai tulisan ini di luncurkan, gua masih di bali dan
berusaha secepatnya untuk segera pulang.
Dia sosok yang hebat, yang tanpa
kesadarannya bisa merubah hati gua yang kaku, yang bagai hujan, menyejukkan
muka bumi dari terik matahari. Dia, ratu eidelweiss di puncak asa. Semoga
perjuangan melawan ketidak pastian ini tidak sia sia.
anak muda ck ck ck :D
ReplyDeletehahahaaa...gw bacanya sampai ktawa ron...wkwkwkwkw...
ReplyDeletebagus ko, w tau ni cerita siapa. jangan sebut merk ya, hahaha
ReplyDelete