Wednesday, November 2, 2011

it was on the top of citatah 125

Citatah 125 adalah julukan untuk sebuah tebing di daerah Padalarang, Bandung, tidak jauh dari objek wisata Situ Ciburuy. Bilangan “125” mempunyai arti bahwa tebing ini mempunyai tinggi 125 meter dari dasarnya. Tebing ini menyediakan menu 72 jalur pemanjatan sport dan 3 jalur artificial yang bervariasi dengan berbagai tingkat kesulitan yang menjadikannya guru bagi para pemanjat. Tebing dengan jenis batuan karst atau limestone ini gagah berdiri diantara deru serangan pabrik-pabrik kapur.

citatah 125


Citatah 125 adalah julukan untuk sebuah tebing di daerah Padalarang, Bandung, tidak jauh dari objek wisata Situ Ciburuy. Bilangan “125” mempunyai arti bahwa tebing ini mempunyai tinggi 125 meter dari dasarnya. Tebing ini menyediakan menu 72 jalur pemanjatan sport dan 3 jalur artificial yang bervariasi dengan berbagai tingkat kesulitan yang menjadikannya guru bagi para pemanjat. Tebing dengan jenis batuan karst atau limestone ini gagah berdiri diantara deru serangan pabrik-pabrik kapur.
                
Pagi itu aku bersama seorang kawan, sebut saja Pari, memberanikan diri untuk menjamah puncaknya untuk yang kedua kali. Berbekal pengetahuan dan keberanian yang kami dapat di Astacala, kami melangkah pasti ke bibir tebing. Ya, hanya kami berdua, karena kawan-kawan yang lain berlatih sport climbing. Pengalaman pertama mengajarkan kami untuk membawa perlengkapan yang kami perlukan secara efektif.
                
Here we go…, pitch pertama adalah goa yang kurang lebih 10 meter dari dasar tebing. Aku menjadi leader. Aku memakai jalur artificial untuk mencapai goa. Dua crack dan empat lubang tembus beralih fungsi menjadi pengaman-pengaman dengan modifikasi menggunakan sling webbing dan pengaman sisip. Setibanya di goa segera aku menginstall hanging belay untuk mengamankan kawanku yang akan naik. Yap, pitch pertama tidak ada masalah. Kami berdua sampai dengan selamat di goa.
                
Perjalanan ke pitch kedua membuat mataku berbinar. Sebuah celah besar menanti. Aku akan menjajal teknik chimney untuk yang pertama kali. Serasa kembali ke masa kanak-kanak, ketika aku menaiki lorong pintu dengan merentangkan tangan dan kakiku ke arah berlawanan dan naik perlahan. Pari leader, aku belayer. Setelah sang kawan sampai di pitch dua, giliranku meraba celah itu. Menyenangkan sekali menaiki celah itu, walaupun licin dan rasa takut akan jatuh menyergap. Ujung celah itu telah tercapai dan kami berada di pitch yang sama seperti pengalaman pertama dan sampai kini masih sama.
                
Medan di depan datar, kami seolah berjalan biasa walau tetap memakai pengaman. Kami berjalan hingga kami bertemu celah vertical yang mengarah ke muka tebing. Menurut informasi, disanalah jalur resmi untuk sampai top (jalur lain tidak ada hangernya, hahaha…). Dari titik itulah kami memulai kembali pemanjatan ke pitch tiga. Giliranku menjadi leader. Aku masih harus memasang sling webbing di lubang tembus karena hanger masih menggantung jauh diatas pitch tiga. Perjalanan ke pitch tiga lancar, kami berdua sampai.
                
Giliran pari leading. Hanger sudah bisa dijamah, namun medan diatas hang. Aku berpikir tentang keberadaan hanger-hanger di jalur ini, kenapa tidak ada hanger di jalur pitch dua ke pitch tiga. Mungkin karena medannya yang hang. Disini kami mendapat sedikit tantangan lebih. Pari tersendat sampai ke puncak.
               
“ah, lama banget ni pari…”, aku membatin.
                
Pari sampai top, sekarang giliranku naik. Kini aku mengerti mengapa pari agak lama sampai top. Hal itu terjadi juga padaku. Dua tiga kali aku terjatuh, hingga akhirnya aku sampai juga di top. Bagaimana rasanya? Aku tidak bisa merangkainya dengan kata-kata. Yang pasti rasa nikmat yang luar biasa yang tak akan kau temui jika tidak sampai disini, di tempat aku berpijak.                

No comments:

Post a Comment