Thursday, October 20, 2011

semestapun turut tersenyum

                Malam ini, malam dengan suasana yang kurasa tak wajar. Jalan di sukabirus hingar bingar. Para mahasiswa sibuk berlalu lalang dengan berbagai kepentingan. Ada yang mengendarai motor, berjalan kaki, naik sepeda, membawa kertas-kertas, mencari makan, sendiri, berdua, berkelompok, berwajah sumringah, pucat, kesal, tertawa, terdiam, terpaku, dan mungkin menangis dalam tawanya. Para pedagang menjajakan dagangannya seperti biasa. Ya, seperti malam-malam sebelumnya ketika aku menelusurinya bersama seseorang. Seseorang yang mau tak mau harus aku lepas seperti burung gereja yang harus aku lepas agar dia bahagia terbang menyusuri kota yang sesak akan kepenatan.
                Aku merasa seperti manusia planet yang hijrah ke suatu galaxy asing dengan cakrawalanya yang merah maroon. Sunyi, walau sekitar mencitrakan suasana keramaian khas kawasan padat di sudut kota. Senyap, walau angin menciptakan deru yang riuh. Aku terdiam di sebuah rumah besar berpagar hitam dan bertwmbok warna biru dengan struktur bangunannya yang bertingkat. Didepannya terdapat dua tangga yang melingkar ke atas. Di samping kanannya berdiri sebuah mini market bertuliskan blue house.
                Aku masih terdiam dalam keramaian yang kurasakan mencekam. Menunggu sosok yang mungkin kali ini adalah kali terakhir aku bertemu. Pertemuan yang akan memperkokoh tembok pemisah antara kami. Tembok yang berdiri karena memang aku yang membuatnya. Tembok yang tercipta dari mawas diri, rasa cinta, dan keinginan agar seseorang di balik tembok ini bahagia meskipun hal yang membuatnya bahagia adalah ketiadaanku.
                Aku makin tak sabar menanti. Tak sabar ingin melihat bekas jerawat yang selama ini mengobarkan semangatku untuk terakhir kalinya. bekas jerawat yang seakan menjadi ritual setiap pagiku untuk menatapnya walau hanya lewat sebuah layar plasma. Bekas jerawat yang amat manis, yang ingin sekali aku miliki. Bekas jerawat yang harus aku lepaskan setelah pertemuan ini. bekas jerawat yang mempermanis senyum bukit malimbu.
                Setelah beberapa saat yang kurasa amat lama, akhirnya dia menyapa. Ah… sangat manis, dengan senyuman khasnya bagai air mata yang memberi kesegaran bagi para penghuni alam yang haus akan kesejukan hati. Seketika itu juga aku masuk ke sebuah ruang imaji. Dia menghampiriku, lagi-lagi dengan senyum. Ingin ku hentikan waktu saat itu juga. Aku tak mau semua ini berlalu. Tapi aku bukan Tuhan, aku makhluk lemah yang hanya menginginkan senyum pulau rinjani itu. Aku sangat ingin menjaga senyum itu tetap seperti sedia kala. Tapi waktu tak memberiku kompromi.
                “ga lama, masih ada kuliah” kataku memulai perbincangan.
                “kuliah malam?” dia bertanya. Suara beningnya di saat terakhir, sayang sekali.
                “iya, ada tambahan. Maklum, dikit lagi uts” kataku.
                Lidahku mulai menari. Tak terkendali. Ku lepas semua yang ingin ku katakan. Tentang namanya yang telah menjadi grafity di dasar hati ini. tentang apa yang kurasakan selama ini. tentang maaf atas apa yang kuperbuat selama ini. semuanya. Ya, semuanya, bagai seorang sekarat berwasiat. karena aku tahu ini takkan terulang. Aku sangat memperhatikannya saat itu. ku perhatikan setiap titik di wajahnya. Ku rekam setiap detik senyumnya. Ku abadikan setiap hembus suaranya. Ku simpan semuanya dalam memori jiwa ini. Karena ku tahu ini harus menjadi saat terakhir. Demi dia. Ya, demi dia.
                “Take care ya” kata terakhir terucap. Entah bagaimana aku menggambarkan perasaanku setelah aku berlalu dari sosoknya. Kalian bayangkan saja sendiri bagaiman rasanya merelakan orang yang kita sayang. Bayangkanlah bagaimana separuh hati kalian harus terbang berkelana entah kemana. Dan mungkin sebagian kalian tidak sadar, bahwa di malam ini langit menampakkan senyumnya. sebuah fenomena langka. Hujan meteor terlihat dengan mata telanjang. Langitpun seakan tahu kesedihanku.  Aku menyayanginya, karena itu aku melepasnya. Dan aku melepasnya dengan senyum.  Tanpa dendam, tanpa harap. Take care ya…
               
                

No comments:

Post a Comment